Sabtu, 24 November 2012

MAKALAH KELOMPOK KOMUNIKASI POLITIK SMT 5 2012




MAKALAH ANARKISME KOMUNIKASI POLITIK
ADMINISTRASI NEGARA
FISIP
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
 
BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Ideologi sebagai sebuah gagasan atau pemikiran yang diyakini kebenarannya. Pada setiap pemikiran itulah ide, dan keyakinan akan pemikiran tersebut akan menjadi sebuah ideologi Dalam pendidikan ada beberapa cabang ideologi, dua cabang yang besar yakni Fundamenta dan Liberal, dan yang menjadi cabang dari idelogi liberal adalah anarkisme pendidikan. Sebagai sebuah ideology yang didasari ide utama liberal tentunya akan memiliki pemikiran dasar yakni kebebasan.
anarkisme dianggap suatu ideology yang berbobot pada saat ini, yang merupakan sebuah filsafat yang menyokong pemusnahan memonopoli ekonomi, institusipolitik dan sosial. Untuk menggan tikan struktur ekonomi kapitalis yang ada pada saat ini, masyarakat anarkis akan mendirikan asosial yang bebas berdasarkan ko-operasi atara semua pihak yang produktif. Tujuan asosial tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan semua anggota masyarakat. Dalam susunan masyarakat seperti itu, tidak ada lagi pemberian hak- hak istimewa kepada  minoritasgolongan masyarakat yang diuntungkan  (baca: Kaum privileged).
            Untuk menggantikan organisasi negara, masyarakat anarkis akan membentuk sebuah federasi yang beranggotakan komunita-komunita bebas yang akan berasosiasi antara satu sama sama untuk kepentingan bersama dalam masalah ekonomi dan sosial. Asosiasi antara komunita-komunita tersebut akan didasari  oleh perjanjian dan kontrak yang bebas. Secara mendalam perkembangan ekonomi dan sosial dalam sistem yang ada sekarang dapat melihat dengan jelas bahwa obyektif-obyektif yang dikemukakan oleh Anarkisme bukanlah ide utopia yang disampaikan oleh pemikir-pemikir yang imaginatif, tetapi merupakan kesimpulan logika dari penelitian mengenai kebobrokan sistem sosial yang ada pada saat ini. Pada setiap tahap perkembangannya, bukti-bukti kebobrokan sistem sosial tersebut semakin jelas. Kapitalisme monopoli modern dengan negara totqaliter merupakan tahapmterakhir dalam perkembangamn sistem sosial teresebut.
Perkembangan sistem ekonomi yang ada pada saat ini sangat  tidak sehat, karena kekayaan dikumpulkan oleh segelintir orang sementara mayoritas masyarakat bertambah menderita. Sistem  tersebut mengorbankan kepentingan masyarakat umum untuk kepentingan pribadi segelintir anggota masyarakat dan secara sistematis meremehkan hubungan antara sesama manusia. Manusia lupa bahwa industri bukan tujuan hidup, tetapi adalah cara untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan intelektual mereka . Dimana industeri dianggap sebagai segala-galanya dan kesejahteraan (mayoritas) manusia diremehkan, kita akan mengalami despotisme ekonomi yang mempunyai konsekuensi tidak kalah buruknya dengan despotisme politik. Kedua-duanya (despotisme ekonomi dan politik) saling menbesarkan antara satu sama lain dan kedua-duanya dihidupi oleh sumber yang sama.
Despotisme ekonomi dalam bentuk monopoli dan despotisme dalam bentuk negara totaliter adalah konsekwensi daripada tujuan politik yang sama. Direktur yang menangani kedua-dua jenis despotisme tersebut mempunyai kecenderungan untuk mereduksi keanekaragaman bentuk ekspresi kehidupan sosial menjadi mesin yang bisa diatur temponya, dan menyetel segalanya yang  organik (alami) menjadi mesin-mesin tak bernyawa yang berfungsi sebagai alat politik
Sistem sosial telah memecah belah organisme sosial di setiap negara menjadi berbagai golongan yang saling mengancam, dan di luar (sebuah) negara, telah memecah belah umat manusia menjadai banyak negara yang saling mengancam antara satu sama lain. Timbulnya negara-negara di dalam dunia dan golongan-golongan masyarakat di dalam sebuah negara memicu konfrontasi dan permusuhan, yang mengakibatkan keresahan abadi dalam kehidupan sosial. Perang dunia pertama adalah akibat daripada perjuangan untuk kekuasaan politik dan ekonomi yang merupakan konsekwensi kondisi yang penuh dengan ketegangan, dan yang mungkin akan menuju kepada malapetaka universil, kecuali perkembangan sosial mengambil jalan yang lain secepat-cepatnya. Kebanyakan negara harus menyediakan antara lima puluh sampai tujuh puluh persen daripada pendapatannya untuk pertahanan negara dan ini masih harus ditambah dengan likuidasi utang-utang perang yang lama; perlindungan yang diberikan negara kepada warga negaranya memang harus dibeli dengan harga yang mahal, terlalu mahal..
            Kekuasaan birokrat yang semakin berkembang dalam menjaga dan mengamankan kehidupan seseorang dari bayi sampai ajal, merupakan halangan yang semakin besar bagi ko-operasi antar manusia dan menghancurkan setiap kemungkinan untuk perkembangan (sistem) yang baru. Sebuah sistem yang dalam setiap tindakannya mengorbankan kesejahteraan sebagian besar masyarakat demia memenuhi kerakusan untuk kekuasaan dan kekayaan kaun minoritas, sudah pasti akan memusnahkan semua hubungan social, yang kemudian menuju kepada perang (yang abadi) antara sesama manusia. Dari sistem in jug timbul reaksi social dalam bentuk fasisme, sosial faham yang mempunyai obsaesi untuk kekuasaan, melebihi monarki absolut berabad-abad yang lalu, dan yang ingin menggunakan institusi negara untuk mengontrol setiap aspek kehidupan manusia. Sama seperti berbagai macam sistem teologi agama, Tuhan adalah segalanya seaman manusian tidak ada apa-apanya, untuk teologi politik modern ini, negara  adalah segalanya dan manusia tidak ada apa-apanya. Dan juga seperti “keinginan tuhan”, selalu ada keiginan kaum minoritas  yang terselubung dibalik “keinginan negara”, yang dipaksakan kepada mayoritas masyarakat..

2. Rumusan Masalah
            Dalam Makalah ini penulis ingin menggali lebih dalam dari apa yang di sampaikan pada latar belakang. Untuk itu penulis telah merumuskan beberapa rumusan masalah yang muncul antara lain :
1.    Apa definisi tentang ideology Anarkisme ??
2.    Adakah hubungan antara Anarkisme dan demokrasi ??
3.    Apakah Anarkisme dapat digunakan sebagai “alat” komunikasi Politik ??
4.    Bagaimana Perkembangan  Ideologi anarkisme di Indonesia ??





3. Tujuan
            Dalam makalah ini tujuan yang dapat ditarik adalah :
1.    Mengetahui serta memahami tentang Ideologi Anarkisme
2.    Mengetahui hubungan antara anarkisme dan demokrasi
3.    Mengetahui Pola-pola anarkisme yang digunakan sebagai Alat komunikasi politik
4.    Mengetahui perkembangan ideology anarkisme di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Pengertian Ideologi Anarkisme
Anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang
mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga- lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan,
oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/
dihancurkan. Secara spesifik pada sektor ekonomi, politik, dan administratif, Anarki berarti koordinasi dan pengelolaan, tanpa aturan birokrasi yang didefinisikan secara luas sebagai pihak yang superior dalam wilayah ekonomi, politik dan administratif (baik pada ranah publik maupun privat).
Secara Etimologi Anarkisme berasal dari kata dasar “anarki” dengan imbuhan -isme. Kata anarki merupakan kata serapan dari anarchy (bahasa
Inggris) atau anarchie (Belanda/ Jerman/Perancis), yang berakar dari kata bahasa Yunani, anarchos/ anarchein. Ini merupakan kata bentukan a- (tidak/tanpa/nihil/ negasi) yang disisipi /n/ dengan archos/archein (pemerintah/ kekuasaan atau pihak yang
menerapkan kontrol dan otoritas – secara koersif, represif, termasuk perbudakan dan tirani); maka, anarchos/anarchein berarti “tanpa pemerintahan” atau “pengelolaan dan koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya”. Bentuk kata “anarkis” berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki, sedangkan akhiran -isme sendiri berarti paham/ajaran/ideologi. “ “Anarkisme adalah sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan. Ia dimulai di antara manusia, dan akan
mempertahankan vitalitas dan kreativitasnya selama “ “Penghapusan eksploitasi dan
penindasan manusia hanya bisa dilakukan lewat penghapusan dari kapitalisme yang rakus dan pemerintahan yang menindas” (Errico Teori politik Anarkisme adalah teori politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik dalam politik, ekonomi, maupun sosial). Para Anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki, ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem sosial dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Atau, dalam tulisan Bakunin yang terkenal: “ “kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan,
dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan”

Paham anarkisme ini mengajarkan bahwa satu - satunya wewenang yang mempunyai kekuatan moral dan keabsahan adalah wewenang oleh setiap individu diberikan kepada dirinya. Tak seorang pun bisa dipaksa untuk melakukan suatu tindakan kecuali tindakan yang berasal dari dirinya sendiri. Pembuatan peraturan dan kebijakan adalah hak istimewa setiap individu, karena merekalah yang mempunyai kepentingan dan kebutuhan. Setiap warga negara adalah pengatur dirinya sendiri, merupakan ciri yang paling lebar dari kaum anarkis.

Jelas bahwa anarkisme menentang setiap pengekangan kelembagaan yang membahayakan kebebasan individu. Semua lembaga yang membahayakan kebebasan individu seperti lembaga keagamaan, kapitalisme, hak milik pribadi, dan negara harus dihapuskan. Penekanan dalam pemikiran kaum anarkis tidak pada kekerasan dan tindakan langsung melainkan pada pendidikan dan kesadaran umum akan sifat nyata manusia.

Sejauh masih ada organisasi, anarkisme akan terus mendesak asosiasi - asosiasi warga negara yang bebas dan spontan. Dengan demikian menurut kaum anarkisme tatanan sosial yang paling tinggi dan yang paling bermoral, sesungguhnya berasal dari setiap orang yang mempunyai pengertian yang besar ke saling ketergantungan kepada orang - orang lain. Dan kebebasan serta keleluasaan dalam saling ketergantungan merupakan satu - satunya sumber wewenang yang sah bagi diri individu. Bisa dikatakan selain memiliki kebebasan individu ala liberalisme, kaum anarkisme juga menganut kebersamaan dan kesetaraan ala sosialisme, bisa dikatakan anarkisme merupakan penggabungan dua ideologi yang sebenarnya bertolak belakang tersebut.
2.2. Ideologi Anarkisme menuntut  Kebebasan dalam Demokrasi
            Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap bangsa yang juga merupakan bagian dari kehidupan demokrasi. hal inipun yang menjadi agenda reformasi yang digulirkan tahun 1998. Di era sebelumnya (orde baru) kebebasan tersebut menjadi hal yang "tabu" bagi warga Indonesia. adanya kebebasan ini memberikan harapan baru bagi bangsa Indonesia untuk tidak perlu takut lagi dalam mengungkapkan tuntutannya. salah satu bentuk dari kebebasan berpendapat ini adalah melalui unjukrasa atau demonstrasi.
           
            Seiring dengan berjalannya masa reformasi, aksi demonstrasipun kerap kjali bermunculan. aksi yang terjadi tidak hanya di jakarta sebagai pusat pemerintahan, melainkan sudah menjamur keberbagai daerah-daerah. penyebab demonstrasipun bermacam-macam mulai dari penyikapan terhadap kebijakan pemerintah sampai pada demonstrasi memperingati hari-hari tertentu.

            Namun, kebebasan berpendapat dalam bentuk demonstrasi ini terkadang tidak terkontol dan malah menimbulkan perilaku yang anarkis. hal ini seperti yang terjadi di gedung DPRD Medan, sumatra utara. Sarana dan prasaran disekitar aksi demo dirusak, bahakan yang lebih disessalkan lagi adalah tewasnya Azis Angkat yang menjadi ketua DPRDnya.Tentunya, bukan kebebasan berpendapat seperti ini yang menjadi bagian dari demokrasi dan yang selalu digaung-gaungkan di era reformasi ini. walaupun diberi kebebasan, namun aturan-aturan yang memang berlaku tetap harus diindahkan, seperti tidak merusak lingkungan sekitar, mengganggu ketentraman umum apalgi sampai menghilangkan nyawa.

            Secara psikologis, orang yang melakukan demonstrasi akan memiliki emosi yang lebih dibandingkan diluar aksi demo.kondisi ini dipengaruhi oleh persamaan tujuan yang mereka suarakan dalam demonstrasi tersebut. Jika emosi tersebut tidak terkendali dan sesuatu yang disuarakan mereka tidak dikabulkan, maka tidak mustahil jika demonstrasi tersebut akan berbuah anarkis.

            Oleh karena itu, untuk menanggulangi kondisi diatas tentunya dibutuhkan pendekatan psikis yang bisa menjegah terjadinya hal-hal yang berbau anarkis. Hal pertama yang harus dibangun adalah menjalin hubungan komunikasi yang harmonis anatara pendemo dan pihak yang didemo. Jalinan komunikasi ini bisa dilakukan dengan melakukan musyawarah anatara 

            Seluruh rakyat Indonesia menjadi saksi bahwa di awal tahun 2010 ini terjadi serangkaian aksi demonstrasi di berbagai daerah di Indonesia, aksi demonsrasi tersebut melibatkan berbagai elemen masyarakat yang terdiri dari mahasiswa buruh dan masyarakat umum yang sebagian besar memberikan kecaman terhadap 100 hari pemerintahan SBY-Boediono yang di anggap gagal. Isu kedua yang banyak di angkat para demonstran yaitu kasus Bank Century yang tak kunjung selesai. Berbagai aksi demo dilakukan masyarakat di berbagai daerah dan hampir semuanya diwarnai tindakan amoral hingga berujung pada tindakan anarkis.

            Sebagai negara demokrasi, pelaksanaan demonstrasi tentunya di anggap sebuah hal yang wajar , karena dalam demokrasi Negara harus mengakui, melaksanakan serta melindungi adanya Hak Azasi Manusia (HAM). HAM sendiri terdiri atas beberapa macam, salah satunya adalah hak untuk mengemukakan pendapat yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 yang berbunyi “ bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan ditetapkan dengan undang-undang” Demo merupakan salah satu perwujudan dari hak untuk mengeluarkan pendapat. Demo masih di anggap sah apabila masih berada pada alur yang benar, berjalan tertib, tidak menggunakan kekerasan atau anarkisme serta tidak melanggar peraturan yang ada.
 
            Dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1998 pasal 1 ayat (1) di tegaskan bahwa “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” dalam pasal ini termuat kalimat “sesuai dengan aturan yang berlaku”. Artinya walaupun warga negara mempunyai kebebasan yang di jamin dan di lindungi oleh negara, warga negara tidak bisa mengekspresikan kebebasan itu dengan sebebas- bebasnya, tetapi harus tetap mentaati aturan hukum yang ada.
Akan tetapi tidak demikian dengan demonstasi yang terjadi pada demo 100 hari pemerintahan SBY-Boediono di awal tahun 2010 ini, ternyata masyarakat masih mengunakan kebebasan merka secara berlebihan dan tidak sesuai dengan aturan hukum yang ada di Indonesia.

            Hal ini menyebabkan demonstrasi kehilangan relevansinya. Demo yang semula dijadikan simbol kebebasan dalam demokrasi jutru malah mencederai nilai-nilai demokrasi. Seperti yang telah dikemukakan di atas dalam, demokrasi sanggat menjunjung tinggi kebebasan, namun kebebasan disini bukan dalam arti kebebasan tanpa batas. Kebebasan tetap harus pada jalur yang benar, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kebesan dalam demonstrasi yang terjadi pada awal tahun 2010 ini sama sekali tidak mencerminkan kebebasan dalam demokrasi, tetapi lebih mencerminkan tindakan yang mencederai demokrasi.












2.3. Perkembangan Ideologi Anarkisme Di Indonesia

            Gerakan anarkisme di Indonesia baru mulai marak terlihat di penghujung tahun 90-an. Akan tetapi, banyak yang mempercayai bahwa gerakan yang memiliki kecenderungan terhadap anarkisme telah banyak bermunculan sejak era kolonial Belanda, diantaranya adalah gerakan masyarakat Samin di Blora, Jawa Tengah. Tidak disangkal lagi bahwa kemunculan gerakan anarkisme pada era 90-an di indonesia, tak lepas dari pengaruh perkembangan punk di indonesia, sebuah aliran musik yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah gaya hidup yang didalamnya sangat kental dengan nuansa anarkistik. Selain itu, jatuhnya era kepemimpinan Soeharto, juga ikut memberikan angin segar bagi berkembangnya gerakan ini.
            Dipenghujung tahun 90-an, banyak organisasi-organisasi kecil maupun kolektif-kolektif yang mengusung label anarkis sebagai haluan politiknya. Diantara kolektif-kolektif tersebut adalah Kolektif Kontra Kultura di Bandung dan Anti Fascist and Racist Action (AFRA) di Jakarta yang berafiliasi dengan sebuah organisasi anti-rasis skala internasional bernama Anti Racist Action (ARA), Taring Padi di Yogyakarta, sebuah kolektif yang terdiri dari para seniman anarkis, bahkan pada era ini mulai muncul pula sebuah jaringan skala nasional bernama Jaringan Anti Fasis Nusantara (JAFNus), yang didalamnya terdapat banyak organisasi kecil dari seluruh indonesia yang seluruhnya juga mengusung Anarkisme sebagai dasar ideologi politiknya yang kemudian dibubarkan.
            Memasuki era tahun 2000, gerakan anarkisme semakin menununjukkan eksistensinya diindonesia dengan semakin bermunculannya organisasi-organisasi baru, beberapa diantaranya adalah kelompok Affinitas di Yogyakarta, Jakarta Anarchist Resistance di Jakarta yang kemudian bertransformasi menjadi Jaringan Otonomis (JOtos), Jaringan Autonomous Kota di Salatiga, dan lain sebagainya.


Bentuk Gerakan
            Seperti umumnya gerakan anarkisme diberbagai negara lainnya, gerakan anarkisme di Indonesia juga banyak menggunakan aksi-aksi langsung sebagai bentuk gerakan.
Kolektif Basis Ekonomi
            Sejak awal kemunculannya di eran 90-an, banyak kolektif-kolektif berhaluan anarkis yang justru pertama kali dirintis sebagai sebuah bentuk kolektif berbasis usaha, bentuk seperti ini dipengaruhi oleh etos Do it Yourself (DIY) yang diusung oleh gerakan Punk.Dalam bentuk seperti ini, biasanya suatu kolektif memfokusnya dirinya dalam membangun suatu basis usaha mandiri, seperti mengelola dan memproduksi pakaian, distribusi sendiri berbagai literatur, dan lain sebagainya.Contoh kolektif yang mengadopsi bentuk ini adalah Taring Babi dari Jakarta.
Pendidikan
            Kaum anarkis percaya bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan terpenting manusia. Namun demikian, anarkis tidak mempercayai bentuk pendidikan formal yang diajarkan di sekolah. Karena bagi para anarkis, pendidikan di sekolah tak lain adalah media propaganda sekaligus alat doktrin negara dan pemerintah.Oleh karena itu, anarkis merasa perlu adanya suatu pola pendidikan alternatif yang bersifat netral tanpa adanya pola doktrinasi didalamnya.
            Begitu pula di Indonesia, kaum anarkis mencoba untuk membangun suatu pola pendidikan alternatif diluar pendidikan formal yang ada. Beberapa bentuk gerakan di bidang pendidikan yang telah ada diantaranya adalah sanggar kolong yang didirikan dipluit oleh Jakarta Anarchist Resistance, Pendidikan alternatif Rumah Bambu yang didirikan di Salatiga, dan lain sebagainya.


Media
            Sebagai sebuah gerakan, para anarkis membuat media-medianya sendiri untuk menyampaikan berbagai informasi dan issue terkait dengan gerakan anarkisme kepada khalayak umum. Media juga bisa menjadi penyampaian ide kepada publik. Media juga berkaitan erat dengan usaha para anarkis dalam mengembangkan pendidikan politik baik antar sesamanya maupun kepada publik. Hampir semua organisasi anarkis di Indonesia memiliki media nya sendiri baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. Banyak juga media-media dalam bentuk zine yang diterbitkan oleh individu. Beberapa zine yang ada antara lain Kontra Kultura, Jurnal Jaringan Otonomis, Affinitas.
            Media internet menjadi sasaran para anarkis dalam mengusung beragam idenya, beberapa media situs internet yang terkenal antara lain situs Indymedia Jakarta (http://jakarta.indymedia.org), Jurnal Apokalips (versi online), Jaringan Otonomis (versi online), Pustaka Otonomis.
Perkembangan gerakan Anarkisme dan Anti-otoritarian di berbagai kota di Indonesia
            Seperti telah dikemukakan diatas, gerakan anarkisme dan anti-otoritarian mulai tampak kepermukaan di penghujung era 90-an. Sejak awal kemunculannya sampai dengan saat ini, gerakan ini juga membawa dampak yang cukup signifikan diberbagai kota di Indonesia, ditandai dengan bermunculannya berbagai kolektif maupun organisasi yang secara nyata memakai prinsip-prinsip anarkisme dan anti-otoritarianisme dalam gerakannya.
Yogyakarta
            Para era tahun 1998, di Kota Yogyakarta mulai mencuat nama Taring Padi sebagai sebuah kolektif. Taring Padi merupakan pekerja seni/budaya yang berproses untuk konstruksi nilai-nilai budaya dan "seni" yang progresif. Awalnya kolektif ini diberi nama Lembaga Budaya Kerakyatan Taring Padi (LBK TP). Kegiatan yang dilakukan meliputi : penerbitan media berkala Terompet Rakyat, kerja sama antar komunitas, pembuatan media propaganda (seperti poster bertema, baliho, wayang-wayangan, instalasi), aksi grafiti, dan lain sebagainya.
            Menjelang tahun 2001, didirikan sebuah kolektif kecil bernama Kolektif Arus Bawah, yang saat ini telah berubah namanya menjadi Affinitas sejak tahun 2004. Kolektif ini memiliki konsentrasi di seputar pematangan wacana-wacana Anti-otoritarian, dengan diterbitkannya media Bebas yang kemudian berubah namanya juga menjadi Affinitas yang dimana isi dari buletin berkala ini adalah berupa artikel-artikel teori politik anti otoritarian dan analisa isu-isu politik.
            Di Yogyakarta juga pernah didirikan sebuah kolektif bernama Anak Seribu Pulau, tapi kegiatan dari kolektif ini juga sebagian dilakukan di Blora. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh kolektif ini diantaranya : pengorganisasian masyarakat akar umput di Blora, penerbitan media "anak seribu pulau" (2 edisi), pembuatan media agitasi seperti poster dan stiker. Beberapa individu di Taring Padi bekerjasama dengan Affinitas memprakarsai dibangunnya kolektif Food Not Bombs Yogyakarta, yang kegiatannya meliputi pembagian makanan dan pernah juga mengadakan satu konser musik untuk menghimpun dana bagi populasi yang terimbas bencana Tsunami Aceh dan Sumatera Utara. Selain Food Not Bombs, kedua kolektif ini juga pernah menggelar suatu event bersama yang di beri nama Alternatif Media Fair.
Bandung
            Boleh jadi kota Bandung merupakan lahan subur bagi tumbuh kembangnya gerakan anti-otoritarian di Indonesia, pasalnya cukup banyak sekali organisasi yang dilahirkan di kota ini. Tercatat pada periode tahun 1998 - 2000 pernah berdiri Front Anti Fasis, sebuah kelompok punk lokal yang diorganisasikan demi kepentingan pembentukan sayap anak muda di tubuh PRD. Meski didirikan oleh sebuah organisasi otoritarian, beberapa anggotanya yang memiliki lambat laun tidak sepakat dengan sikap otoriter dari PRD, memutuskan untuk keluar dan kemudian membentuk sebuah jaringan yang diberi nama Aliansi Utopian pada periode tahun 2000-2001.
Di periode yang sama juga terbentuk sebuah kolektif yang bernama Kolektif Kras Kepala, kolektif ini lebih mengeksplorasi taktik yang lebih condong ke arah kekerasan terbuka dan perusakan properti. Di tahun 2000 juga berdiri Kolektif Kontra Kultura, pada awalnya kolektif ini hanya menggandakan materi-materi ataupun zine-zine yang bertendensi anti-otoritarian untuk didistribusikan, baru kemudian mulai dilakukan penerjemahan-penerjemahan materi berbahasa asing. Pada tahun selanjutnya, baru diadakan sebuah diskusi mingguan yang selalu dihadiri oleh orang-orang yang berbeda dan pengantar materi juga dari orang yang selalu berbeda-beda. Event diskusi rutin berjalan sekitar satu tahun dan berhenti dilakukan setelah rumah tempat kolektif ini melakukan banyak aktifitasnya ditinggalkan. Kolektif ini terus mengembangkan gerakannya, seperti pembentukan sel-sel kecil, infiltrasi-infiltrasi ke dalam event-event publik, dan mempublikasikan jurnal berkala.
            Beberapa organisasi maupun kolektif lainnya yang juga tumbuh di bandung diantaranya Kolektif Polusi (2000-2003) yang banyak terinspirasi oleh ide-ide situationist, media online Lawan Online (2000-2004) yang banyak menyuguhkan materi anti-otoritarian dalam bahasa Indonesia dan sebuah media online (lawan.org) yang sempat membubarkan diri pada tahun 2003 dan muncul kembali dengan nama Cyberesistance (cyberesistance.net), Kolektif Hijau Merdeka (2003) yang banyak memfokuskan diri di tataran ekologi dan Bookchinisme, Sayap Ikarus (2003) yang lebih memfokuskan diri pada soalan publikasi online yang berembrio dari grup serupa yang sempat muncul sebelumnya bernama Kolektif Bakar Batas, Persatuan Buruh Josuit Junior (2004) sebuah serikat buruh non-keanggotaan yang didirikan secara kasustik, serta Food Not Bombs Bandung (2004-sekarang).







2.4. Anarkisme Merupakan Pola Komunikasi Politik Mahasiswa
            Sangat berat dan sulit untuk kita terima tetapi ini merupakan fakta yang juga enggan untuk kita mengakuinya. Gerakan yang mengusung atas nama gerakan moral yang menjadi jargon dalam setiap gerak mahasiswa. Kontrol sosial yang dilakukan untuk mencegah terjadinya stagnasi akut permasalahan sosial kemasyarakatan yang terjadi di Indonesia. Terkadang kontrol itu harus kita lakukan dengan langkah yang lebih progresif meski agak radikal. Dalam hal ini, anarkisme merupakan bagian yang tidak bisa kita hindarkan dalam situasi gerak yang amat memaksa ketika kita harus memberikan perlawanan represifme negara maupun untuk membentuk opini publik meskipun harus berlumuran darah.
            Jika kita lihat dalam teori demokrasi, media massa merupakan wilayah demokrasi (demokratic state) keempat disamping eksekutif, legislatif dan yudiktif baik itu media cetak maupun elektronik, yang meliputi harian, mingguan, majalah, newsletter, televisi dan radio. Bisa dikatakan bahwa media massa adalah pilar keempat disamping tiga pilar demokrasi lainnya. Ketika teori Trias Politica muncul (Montesque 1689-1755) membagi kekuasaaan menjadi tiga lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif secara terpisah maka oleh Edmund Burke (1729-1797) dikatakan bahwa media adalah wilayah keempat demokrasi ketika ia sambil menunjuk galeri pers di gedung House of Commonns. Disana duduk diwilayah keempat dan mereka lebih penting dibanding dengan semuanya.
            Dalam kenyataan memang media menjadi kekuatan dalam politik maupun untuk memelihara kehidupan demokrasi. Pers dan media massa ini bisa menjadi andalan publik disaat eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak lagi melakukan cheks and balances. Terlebih lagi bila tiga pilar demokrasi utama ini terlibat dan terjebak pada urusan picik sehingga menimbulkan gairah dan komitmen untuk menjadi pembela kepentingan rakyat banyak. Sangat disayangkan sekali bahwa yang dibicarakan panjang lebar diatas (pilar keempat demokrasi) mengalami erosi. Seperti yang terjadi di Amerika sendiri, media massa utama yang membentuk opini publik ternyata menjadi alat kepentingan korporasi. Begitu juga yang terjadi di Indonesia, media massa pada umumnya menyuarakan kepentingan korporasi besar atau para pemilik modal. Sehingga isi pokok daripada media itu adalah sejatinya propaganda untuk melindungi kepentingan korporasi.
            Jika dilihat melalui kacamata bisnis memang tidak terelakkan lagi jika korporasi tujuan utamanya adalah keuntungan dan begitu juga bisnis yang melalui media massa. Berita-berita yang mereka kemas mayoritas berita yang bersifat menyedot banyak perhatian publik seperti hiburan dan lain lain dari pada sebuah tuntutan kebijakan. Bahkan media terkesan mengalihkan perhatian publik dengan tayangan yang intens. Itu terjadi pada saat publik dan mahasiswa pada khususnya melakukan tuntutan kebijakan kenaikan harga BBM dengan situasi yang lumayan hangat dan ketika itu pula perhatian masyarakat terpindah alihkan dengan kasus bentrokan FPI dan AKKBB di Monas beberapa waktu lalu. Yang sangat terlihat adalah bahwa media menayangkan dengan secara gencar-gencarnya sehingga mau tidak mau mereka (publik) terhegemoni dan lupa akan tuntutannya (terbentuknya opini publik). Memang secara sosiologis publik, berita yang ditayangkan secara berulang-ulang akan sangat berpengaruh terhadap kinerja otak sehingga berita tersebutlah yang mendominasi dari apa yang diterima. Seperti itu juga prospek bisnis yang dicari dari media.
            Atas dasar itulah (preasure, opini publik dan represifme) mengapa mahasiswa dalam gerakannya sering melakukan gerakan demontrasi yang terkadang berujung anarkis. Untuk memperoleh legitimasi dan dukungan banyak dari publik untuk menyerukan tuntutannya, mahasiswa membutuhkan perantara komunikasi masa yang sangat besar salah satunya media massa. Dengan banyaknya dukungan dari mayoritas masyarakat otomatis peluang untuk meloloskan tuntutannya semakin besar. Tetapi yang terjadi disini adalah tidak adanya dukungan dari media massa ketika media lebih mengedepankan keuntungan melalui moment tertentu daripada moment yang kita lakukan (tuntutan kebijakan). Mungkin inilah bagian gerakan radikal mahasiswa untuk mendapatkan dukungan dari publik melalui media, mereka tak segan-segan untuk melakukan chaos. Karena dengan adanya chaos secara tak langsung media akan berbondong-bondong meliput dan menyebarkan kepublik karena pada dasarnya media memang senang dengan berita yang spektakuler. Dan tentu berikut dengan tuntutannya seperti kasus penting bagi masyarakat yang dulu terkesampingkan bisa diangkat kembali. Satu hal yang menarik yang perlu dibahas disini adalah peristiwa pelolosan hak angket DPR pada tanggal 24 Juni 2008 yang mana atas tekanan dari ekstra parlementer melalui gerakan anarkis sangat dominan. Itu bisa kita lihat dari awal ketika itu mayoritas fraksi tidak menyetujui hak angket tetapi setelah terjadinya anarkis dan tekanan dari luar mereka dengan gampang menyetujui hak angket. Dari sini bisa dilihat betapa bobroknya moral para wakil rakyat kita. Peristiwa itu telah membuka kesadaran kita bahwa kontrol sosial yang dilakukan para aktivis jalanan memang sangat diperlukan dikala keadaan sosial kemasyarakatan membutuhkannya.






















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan


Kesimpulan dari Makalah ini  adalah Kekuasaan Masyarakat sangat besar pada ideology ini. Namun dalam pelaksanaannya ideology ini sering menyelinap dan menghantui ideology ideology lain. Jadi tidak heran jika Indonesia yang mengakui Ideologinya adalah ideology Pancasila, dalam kondisi dan situasi tertentu masyarakat dapat saja mengekspresikan ketidakterimaan mereka di dalam Negara yang demokratis dengan cara yang anarkis. Yang merupakan cara – cara mutlak yang dimiliki ideology anarkisme.
            anarkisme dianggap suatu ideology yang berbobot pada saat ini, yang merupakan sebuah filsafat yang menyokong pemusnahan memonopoli ekonomi, institusipolitik dan sosial. Untuk menggan tikan struktur ekonomi kapitalis yang ada pada saat ini, masyarakat anarkis akan mendirikan asosial yang bebas berdasarkan ko-operasi atara semua pihak yang produktif. Tujuan asosial tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan semua anggota masyarakat. Dalam susunan masyarakat seperti itu, tidak ada lagi pemberian hak- hak istimewa kepada  minoritas golongan masyarakat yang diuntungkan . 
            Kekuasaan birokrat yang semakin berkembang dalam menjaga dan mengamankan kehidupan seseorang dari bayi sampai ajal, merupakan halangan yang semakin besar bagi ko-operasi antar manusia dan menghancurkan setiap kemungkinan untuk perkembangan (sistem) yang baru. Sebuah sistem yang dalam setiap tindakannya mengorbankan kesejahteraan sebagian besar masyarakat demia memenuhi kerakusan untuk kekuasaan dan kekayaan kaun minoritas, sudah pasti akan memusnahkan semua hubungan social, yang kemudian menuju kepada perang (yang abadi) antara sesama manusia. Dari sistem in jug timbul reaksi social dalam bentuk fasisme, sosial faham yang mempunyai obsaesi untuk kekuasaan, melebihi monarki absolut berabad-abad yang lalu, dan yang ingin menggunakan institusi negara untuk mengontrol setiap aspek kehidupan manusia. Sama seperti berbagai macam sistem teologi agama, Tuhan adalah segalanya seaman manusian tidak ada apa-apanya, untuk teologi politik modern ini, negara  adalah segalanya dan manusia tidak ada apa-apanya. Dan juga seperti “keinginan tuhan”, selalu ada keiginan kaum minoritas  yang terselubung dibalik “keinginan negara”, yang dipaksakan kepada mayoritas masyarakat..

3.2 Saran

                        Hukum dibuat dalam rangka untuk menciptakan ketertibah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai warga Negara yang baik kita semua harus patuh dan tunduk pada hukum yang berlaku, jangan jadikan hukum hanya sebagai wacana dan pajangan yang kehilangan fungsinya, kita telah melihat berbagai bukti peristiwa yang menunjukkan ketidak patuhan pada hukum pasti menimbulkan kekacauan dalam kehidupan, jangan biarkan ini terjadi agar eksistensi bangsa Indonesia tetap terjaga. Gunakan kebebasan yang kita miliki dengan bijak sesuai dengan amanat demokrasi.

            Proses demokrasi selayaknya janganlah dibatasi terlalu berlebihan selama demokrasi itu dapat dilaksanakan dan aspirasi masyarakat dapat tersalurkan kita tidak boleh membatasi dengan pemukulan dan aksi kekerasan yang terjadi belakangan ini sebagaimana yang terjadi kepada rekan-rekan mahasiswa yang ditangkap di stasiun gambir sebanyak 31 orang karena penangkapan mereka tidak memenuhi unsur-unsur dan alat bukti yang memadai untuk dilakukan penahanan terhadap mereka, bagi para mahasiswa mari dengan bijak kita sampaikan aspirasi kita jangan lakukan anarkisme dan bagi oknum kepolisian mohon jangan gunakan kekerasan dalam penanganan aksi-aksi demonstrasi, mari kita ciptakan demokrasi tanpa anarkisme demi kemajuan negeri kita.
DAFTAR PUSTAKA

Chalim, ibn, Asykuri, Dkk. 2003. Pendidikan kewarganegaraan. Majelis pendidikan tinggi, penelitian dan pengembangan (diktilitbang) pimpinan Pusat muhamadiah. Yogyakarta.

Moeljatno. 2007. Kitab undang-undang hukum pidana. Bumi angkasa. Jakarta.

Rosyada, Dede, Dkk. 2000. Demokrasi hak azasi manusia dan masyarakat madani. ICCE UIN. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998. Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak azasi manusia.

Octavianus, Fanny. 2009. Kerbau pun Ikut Demonstrasi 100 Hari. http://www.antaranews.com. edisi Kamis, 28 Januari 2010 di akses 26 Februari 2010

http://news.okezone.com edisi 28 januari 2010 . di akses 26 Februari 2010.

Mahyudin ,Edy. 2008. Prinsi-prinsip demokrasi pancasila.

http://tugassekolahonline.blogspot.com/2008/10/prinsip-prinsip-demokrasi-pancasila.html diakses 26 Februari 2010.
Prasaja, Lanang.2005. makalah pendidikan kewarganegaraan.
http://en.wikipedia.org/wiki/Paul_Feyerabend
http://en.wikipedia.org/wiki/Epistemological_anarchism
http://blogekayusuf.blogspot.com/2008/11/pemikiran-paul-k-feyerabend-terhadap.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Kalian ????