MAKALAH ANARKISME KOMUNIKASI POLITIK
ADMINISTRASI NEGARA
FISIP
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Ideologi
sebagai sebuah gagasan atau pemikiran yang diyakini kebenarannya. Pada setiap
pemikiran itulah ide, dan keyakinan akan pemikiran tersebut akan menjadi sebuah
ideologi Dalam pendidikan ada beberapa cabang ideologi, dua cabang yang besar
yakni Fundamenta dan Liberal, dan yang menjadi cabang dari idelogi liberal
adalah anarkisme pendidikan. Sebagai sebuah ideology yang didasari ide utama
liberal tentunya akan memiliki pemikiran dasar yakni kebebasan.
anarkisme dianggap suatu ideology
yang berbobot pada saat ini, yang merupakan sebuah filsafat yang menyokong
pemusnahan memonopoli ekonomi, institusipolitik dan sosial. Untuk menggan tikan
struktur ekonomi kapitalis yang ada pada saat ini, masyarakat anarkis akan
mendirikan asosial yang bebas berdasarkan ko-operasi atara semua pihak yang
produktif. Tujuan asosial tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan semua
anggota masyarakat. Dalam susunan masyarakat seperti itu, tidak ada lagi
pemberian hak- hak istimewa kepada
minoritasgolongan masyarakat yang diuntungkan (baca: Kaum privileged).
Untuk
menggantikan organisasi negara, masyarakat anarkis akan membentuk sebuah
federasi yang beranggotakan komunita-komunita bebas yang akan berasosiasi
antara satu sama sama untuk kepentingan bersama dalam masalah ekonomi dan
sosial. Asosiasi antara komunita-komunita tersebut akan didasari oleh perjanjian dan kontrak yang bebas. Secara
mendalam perkembangan ekonomi dan sosial dalam sistem yang ada sekarang dapat
melihat dengan jelas bahwa obyektif-obyektif yang dikemukakan oleh Anarkisme
bukanlah ide utopia yang disampaikan oleh pemikir-pemikir yang imaginatif,
tetapi merupakan kesimpulan logika dari penelitian mengenai kebobrokan sistem
sosial yang ada pada saat ini. Pada setiap tahap perkembangannya, bukti-bukti
kebobrokan sistem sosial tersebut semakin jelas. Kapitalisme monopoli modern
dengan negara totqaliter merupakan tahapmterakhir dalam perkembangamn sistem
sosial teresebut.
Perkembangan sistem ekonomi yang ada
pada saat ini sangat tidak sehat, karena
kekayaan dikumpulkan oleh segelintir orang sementara mayoritas masyarakat
bertambah menderita. Sistem tersebut
mengorbankan kepentingan masyarakat umum untuk kepentingan pribadi segelintir
anggota masyarakat dan secara sistematis meremehkan hubungan antara sesama
manusia. Manusia lupa bahwa industri bukan tujuan hidup, tetapi adalah cara
untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan intelektual mereka . Dimana
industeri dianggap sebagai segala-galanya dan kesejahteraan (mayoritas) manusia
diremehkan, kita akan mengalami despotisme ekonomi yang mempunyai konsekuensi
tidak kalah buruknya dengan despotisme politik. Kedua-duanya (despotisme
ekonomi dan politik) saling menbesarkan antara satu sama lain dan kedua-duanya
dihidupi oleh sumber yang sama.
Despotisme ekonomi dalam bentuk
monopoli dan despotisme dalam bentuk negara totaliter adalah konsekwensi
daripada tujuan politik yang sama. Direktur yang menangani kedua-dua jenis
despotisme tersebut mempunyai kecenderungan untuk mereduksi keanekaragaman
bentuk ekspresi kehidupan sosial menjadi mesin yang bisa diatur temponya, dan
menyetel segalanya yang organik (alami)
menjadi mesin-mesin tak bernyawa yang berfungsi sebagai alat politik
Sistem sosial telah memecah belah
organisme sosial di setiap negara menjadi berbagai golongan yang saling
mengancam, dan di luar (sebuah) negara, telah memecah belah umat manusia
menjadai banyak negara yang saling mengancam antara satu sama lain. Timbulnya
negara-negara di dalam dunia dan golongan-golongan masyarakat di dalam sebuah
negara memicu konfrontasi dan permusuhan, yang mengakibatkan keresahan abadi
dalam kehidupan sosial. Perang dunia pertama adalah akibat daripada perjuangan
untuk kekuasaan politik dan ekonomi yang merupakan konsekwensi kondisi yang
penuh dengan ketegangan, dan yang mungkin akan menuju kepada malapetaka
universil, kecuali perkembangan sosial mengambil jalan yang lain
secepat-cepatnya. Kebanyakan negara harus menyediakan antara lima puluh sampai
tujuh puluh persen daripada pendapatannya untuk pertahanan negara dan ini masih
harus ditambah dengan likuidasi utang-utang perang yang lama; perlindungan yang
diberikan negara kepada warga negaranya memang harus dibeli dengan harga yang
mahal, terlalu mahal..
Kekuasaan
birokrat yang semakin berkembang dalam menjaga dan mengamankan kehidupan
seseorang dari bayi sampai ajal, merupakan halangan yang semakin besar bagi
ko-operasi antar manusia dan menghancurkan setiap kemungkinan untuk perkembangan
(sistem) yang baru. Sebuah sistem yang dalam setiap tindakannya mengorbankan
kesejahteraan sebagian besar masyarakat demia memenuhi kerakusan untuk
kekuasaan dan kekayaan kaun minoritas, sudah pasti akan memusnahkan semua
hubungan social, yang kemudian menuju kepada perang (yang abadi) antara sesama
manusia. Dari sistem in jug timbul reaksi social dalam bentuk fasisme, sosial
faham yang mempunyai obsaesi untuk kekuasaan, melebihi monarki absolut
berabad-abad yang lalu, dan yang ingin menggunakan institusi negara untuk
mengontrol setiap aspek kehidupan manusia. Sama seperti berbagai macam sistem
teologi agama, Tuhan adalah segalanya seaman manusian tidak ada apa-apanya,
untuk teologi politik modern ini, negara
adalah segalanya dan manusia tidak ada apa-apanya. Dan juga seperti
“keinginan tuhan”, selalu ada keiginan kaum minoritas yang terselubung dibalik “keinginan negara”,
yang dipaksakan kepada mayoritas masyarakat..
2. Rumusan Masalah
Dalam Makalah ini penulis ingin menggali lebih dalam dari
apa yang di sampaikan pada latar belakang. Untuk itu penulis telah merumuskan
beberapa rumusan masalah yang muncul antara lain :
1.
Apa definisi tentang ideology Anarkisme ??
2.
Adakah hubungan antara Anarkisme dan
demokrasi ??
3.
Apakah Anarkisme dapat digunakan sebagai
“alat” komunikasi Politik ??
4.
Bagaimana Perkembangan Ideologi anarkisme di Indonesia ??
3. Tujuan
Dalam
makalah ini tujuan yang dapat ditarik adalah :
1.
Mengetahui serta memahami tentang Ideologi
Anarkisme
2.
Mengetahui hubungan antara anarkisme dan
demokrasi
3.
Mengetahui Pola-pola anarkisme yang digunakan
sebagai Alat komunikasi politik
4.
Mengetahui perkembangan ideology anarkisme di
Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Ideologi Anarkisme
Anarkisme atau dieja anarkhisme
yaitu suatu paham yang
mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga- lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan,
oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/
dihancurkan. Secara spesifik pada sektor ekonomi, politik, dan administratif, Anarki berarti koordinasi dan pengelolaan, tanpa aturan birokrasi yang didefinisikan secara luas sebagai pihak yang superior dalam wilayah ekonomi, politik dan administratif (baik pada ranah publik maupun privat).
mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga- lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan,
oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/
dihancurkan. Secara spesifik pada sektor ekonomi, politik, dan administratif, Anarki berarti koordinasi dan pengelolaan, tanpa aturan birokrasi yang didefinisikan secara luas sebagai pihak yang superior dalam wilayah ekonomi, politik dan administratif (baik pada ranah publik maupun privat).
Inggris) atau anarchie (Belanda/ Jerman/Perancis), yang berakar dari kata bahasa Yunani, anarchos/ anarchein. Ini merupakan kata bentukan a- (tidak/tanpa/nihil/ negasi) yang disisipi /n/ dengan archos/archein (pemerintah/ kekuasaan atau pihak yang
menerapkan kontrol dan otoritas – secara koersif, represif, termasuk perbudakan dan tirani); maka, anarchos/anarchein berarti “tanpa pemerintahan” atau “pengelolaan dan koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya”. Bentuk kata “anarkis” berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki, sedangkan akhiran -isme sendiri berarti paham/ajaran/ideologi. “ “Anarkisme adalah sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan. Ia dimulai di antara manusia, dan akan
mempertahankan vitalitas dan kreativitasnya selama “ “Penghapusan eksploitasi dan
penindasan manusia hanya bisa dilakukan lewat penghapusan dari kapitalisme yang rakus dan pemerintahan yang menindas” (Errico Teori politik Anarkisme adalah teori politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik dalam politik, ekonomi, maupun sosial). Para Anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki, ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem sosial dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Atau, dalam tulisan Bakunin yang terkenal: “ “kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan,
dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan”
Paham
anarkisme ini mengajarkan bahwa satu - satunya wewenang yang mempunyai kekuatan
moral dan keabsahan adalah wewenang oleh setiap individu diberikan kepada
dirinya. Tak seorang pun bisa dipaksa untuk melakukan suatu tindakan kecuali
tindakan yang berasal dari dirinya sendiri. Pembuatan peraturan dan kebijakan
adalah hak istimewa setiap individu, karena merekalah yang mempunyai
kepentingan dan kebutuhan. Setiap warga negara adalah pengatur dirinya sendiri,
merupakan ciri yang paling lebar dari kaum anarkis.
Jelas
bahwa anarkisme menentang setiap pengekangan kelembagaan yang membahayakan
kebebasan individu. Semua lembaga yang membahayakan kebebasan individu seperti
lembaga keagamaan, kapitalisme, hak milik pribadi, dan negara harus dihapuskan.
Penekanan dalam pemikiran kaum anarkis tidak pada kekerasan dan tindakan
langsung melainkan pada pendidikan dan kesadaran umum akan sifat nyata manusia.
Sejauh
masih ada organisasi, anarkisme akan terus mendesak asosiasi - asosiasi warga
negara yang bebas dan spontan. Dengan demikian menurut kaum anarkisme tatanan
sosial yang paling tinggi dan yang paling bermoral, sesungguhnya berasal dari
setiap orang yang mempunyai pengertian yang besar ke saling ketergantungan
kepada orang - orang lain. Dan kebebasan serta keleluasaan dalam saling
ketergantungan merupakan satu - satunya sumber wewenang yang sah bagi diri
individu. Bisa dikatakan selain memiliki kebebasan individu ala liberalisme,
kaum anarkisme juga menganut kebersamaan dan kesetaraan ala sosialisme, bisa
dikatakan anarkisme merupakan penggabungan dua ideologi yang sebenarnya
bertolak belakang tersebut.
2.2.
Ideologi Anarkisme menuntut Kebebasan
dalam Demokrasi
Kebebasan
berpendapat merupakan hak setiap bangsa yang juga merupakan bagian dari
kehidupan demokrasi. hal inipun yang menjadi agenda reformasi yang digulirkan
tahun 1998. Di era sebelumnya (orde baru) kebebasan tersebut menjadi hal yang
"tabu" bagi warga Indonesia. adanya kebebasan ini memberikan harapan
baru bagi bangsa Indonesia untuk tidak perlu takut lagi dalam mengungkapkan
tuntutannya. salah satu bentuk dari kebebasan berpendapat ini adalah melalui
unjukrasa atau demonstrasi.
Seiring
dengan berjalannya masa reformasi, aksi demonstrasipun kerap kjali bermunculan.
aksi yang terjadi tidak hanya di jakarta sebagai pusat pemerintahan, melainkan
sudah menjamur keberbagai daerah-daerah. penyebab demonstrasipun bermacam-macam
mulai dari penyikapan terhadap kebijakan pemerintah sampai pada demonstrasi
memperingati hari-hari tertentu.
Namun, kebebasan berpendapat dalam
bentuk demonstrasi ini terkadang tidak terkontol dan malah menimbulkan perilaku
yang anarkis. hal ini seperti yang terjadi di gedung DPRD Medan, sumatra utara.
Sarana dan prasaran disekitar aksi demo dirusak, bahakan yang lebih disessalkan
lagi adalah tewasnya Azis Angkat yang menjadi ketua DPRDnya.Tentunya, bukan
kebebasan berpendapat seperti ini yang menjadi bagian dari demokrasi dan yang
selalu digaung-gaungkan di era reformasi ini. walaupun diberi kebebasan, namun
aturan-aturan yang memang berlaku tetap harus diindahkan, seperti tidak merusak
lingkungan sekitar, mengganggu ketentraman umum apalgi sampai menghilangkan
nyawa.
Secara psikologis, orang yang melakukan demonstrasi akan memiliki emosi yang lebih dibandingkan diluar aksi demo.kondisi ini dipengaruhi oleh persamaan tujuan yang mereka suarakan dalam demonstrasi tersebut. Jika emosi tersebut tidak terkendali dan sesuatu yang disuarakan mereka tidak dikabulkan, maka tidak mustahil jika demonstrasi tersebut akan berbuah anarkis.
Oleh karena itu, untuk menanggulangi kondisi diatas tentunya dibutuhkan pendekatan psikis yang bisa menjegah terjadinya hal-hal yang berbau anarkis. Hal pertama yang harus dibangun adalah menjalin hubungan komunikasi yang harmonis anatara pendemo dan pihak yang didemo. Jalinan komunikasi ini bisa dilakukan dengan melakukan musyawarah anatara
Seluruh rakyat Indonesia menjadi saksi bahwa di awal tahun 2010 ini terjadi serangkaian aksi demonstrasi di berbagai daerah di Indonesia, aksi demonsrasi tersebut melibatkan berbagai elemen masyarakat yang terdiri dari mahasiswa buruh dan masyarakat umum yang sebagian besar memberikan kecaman terhadap 100 hari pemerintahan SBY-Boediono yang di anggap gagal. Isu kedua yang banyak di angkat para demonstran yaitu kasus Bank Century yang tak kunjung selesai. Berbagai aksi demo dilakukan masyarakat di berbagai daerah dan hampir semuanya diwarnai tindakan amoral hingga berujung pada tindakan anarkis.
Sebagai negara demokrasi, pelaksanaan demonstrasi tentunya di anggap sebuah hal yang wajar , karena dalam demokrasi Negara harus mengakui, melaksanakan serta melindungi adanya Hak Azasi Manusia (HAM). HAM sendiri terdiri atas beberapa macam, salah satunya adalah hak untuk mengemukakan pendapat yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 yang berbunyi “ bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan ditetapkan dengan undang-undang” Demo merupakan salah satu perwujudan dari hak untuk mengeluarkan pendapat. Demo masih di anggap sah apabila masih berada pada alur yang benar, berjalan tertib, tidak menggunakan kekerasan atau anarkisme serta tidak melanggar peraturan yang ada.
Dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1998 pasal 1 ayat (1) di tegaskan bahwa “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” dalam pasal ini termuat kalimat “sesuai dengan aturan yang berlaku”. Artinya walaupun warga negara mempunyai kebebasan yang di jamin dan di lindungi oleh negara, warga negara tidak bisa mengekspresikan kebebasan itu dengan sebebas- bebasnya, tetapi harus tetap mentaati aturan hukum yang ada.
Akan tetapi tidak demikian dengan demonstasi yang terjadi pada demo 100 hari pemerintahan SBY-Boediono di awal tahun 2010 ini, ternyata masyarakat masih mengunakan kebebasan merka secara berlebihan dan tidak sesuai dengan aturan hukum yang ada di Indonesia.
Hal ini menyebabkan demonstrasi
kehilangan relevansinya. Demo yang semula dijadikan simbol kebebasan dalam
demokrasi jutru malah mencederai nilai-nilai demokrasi. Seperti yang telah
dikemukakan di atas dalam, demokrasi sanggat menjunjung tinggi kebebasan, namun
kebebasan disini bukan dalam arti kebebasan tanpa batas. Kebebasan tetap harus
pada jalur yang benar, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kebesan dalam
demonstrasi yang terjadi pada awal tahun 2010 ini sama sekali tidak
mencerminkan kebebasan dalam demokrasi, tetapi lebih mencerminkan tindakan yang
mencederai demokrasi.
2.3.
Perkembangan Ideologi Anarkisme Di Indonesia
Gerakan
anarkisme di Indonesia baru mulai marak terlihat di penghujung tahun 90-an.
Akan tetapi, banyak yang mempercayai bahwa gerakan yang memiliki kecenderungan
terhadap anarkisme telah banyak bermunculan sejak era kolonial Belanda,
diantaranya adalah gerakan masyarakat Samin di Blora, Jawa Tengah. Tidak
disangkal lagi bahwa kemunculan gerakan anarkisme pada era 90-an di indonesia,
tak lepas dari pengaruh perkembangan punk di indonesia, sebuah aliran musik
yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah gaya hidup yang didalamnya sangat
kental dengan nuansa anarkistik. Selain itu, jatuhnya era kepemimpinan
Soeharto, juga ikut memberikan angin segar bagi berkembangnya gerakan ini.
Dipenghujung
tahun 90-an, banyak organisasi-organisasi kecil maupun kolektif-kolektif yang
mengusung label anarkis sebagai haluan politiknya. Diantara kolektif-kolektif
tersebut adalah Kolektif Kontra Kultura di Bandung dan Anti Fascist and Racist
Action (AFRA) di Jakarta yang berafiliasi dengan sebuah organisasi anti-rasis
skala internasional bernama Anti Racist Action (ARA), Taring Padi di
Yogyakarta, sebuah kolektif yang terdiri dari para seniman anarkis, bahkan pada
era ini mulai muncul pula sebuah jaringan skala nasional bernama Jaringan Anti
Fasis Nusantara (JAFNus), yang didalamnya terdapat banyak organisasi kecil dari
seluruh indonesia yang seluruhnya juga mengusung Anarkisme sebagai dasar
ideologi politiknya yang kemudian dibubarkan.
Memasuki
era tahun 2000, gerakan anarkisme semakin menununjukkan eksistensinya
diindonesia dengan semakin bermunculannya organisasi-organisasi baru, beberapa
diantaranya adalah kelompok Affinitas di Yogyakarta, Jakarta Anarchist
Resistance di Jakarta yang kemudian bertransformasi menjadi Jaringan Otonomis
(JOtos), Jaringan Autonomous Kota di Salatiga, dan lain sebagainya.
Bentuk
Gerakan
Seperti
umumnya gerakan anarkisme diberbagai negara lainnya, gerakan anarkisme di
Indonesia juga banyak menggunakan aksi-aksi langsung sebagai bentuk gerakan.
Kolektif
Basis Ekonomi
Sejak
awal kemunculannya di eran 90-an, banyak kolektif-kolektif berhaluan anarkis
yang justru pertama kali dirintis sebagai sebuah bentuk kolektif berbasis
usaha, bentuk seperti ini dipengaruhi oleh etos Do it Yourself (DIY) yang
diusung oleh gerakan Punk.Dalam bentuk seperti ini, biasanya suatu kolektif
memfokusnya dirinya dalam membangun suatu basis usaha mandiri, seperti
mengelola dan memproduksi pakaian, distribusi sendiri berbagai literatur, dan
lain sebagainya.Contoh kolektif yang mengadopsi bentuk ini adalah Taring Babi
dari Jakarta.
Pendidikan
Kaum
anarkis percaya bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan terpenting
manusia. Namun demikian, anarkis tidak mempercayai bentuk pendidikan formal
yang diajarkan di sekolah. Karena bagi para anarkis, pendidikan di sekolah tak
lain adalah media propaganda sekaligus alat doktrin negara dan pemerintah.Oleh
karena itu, anarkis merasa perlu adanya suatu pola pendidikan alternatif yang
bersifat netral tanpa adanya pola doktrinasi didalamnya.
Begitu
pula di Indonesia, kaum anarkis mencoba untuk membangun suatu pola pendidikan
alternatif diluar pendidikan formal yang ada. Beberapa bentuk gerakan di bidang
pendidikan yang telah ada diantaranya adalah sanggar kolong yang didirikan
dipluit oleh Jakarta Anarchist Resistance, Pendidikan alternatif Rumah Bambu
yang didirikan di Salatiga, dan lain sebagainya.
Media
Sebagai
sebuah gerakan, para anarkis membuat media-medianya sendiri untuk menyampaikan
berbagai informasi dan issue terkait dengan gerakan anarkisme kepada khalayak
umum. Media juga bisa menjadi penyampaian ide kepada publik. Media juga
berkaitan erat dengan usaha para anarkis dalam mengembangkan pendidikan politik
baik antar sesamanya maupun kepada publik. Hampir semua organisasi anarkis di
Indonesia memiliki media nya sendiri baik dalam bentuk cetak maupun elektronik.
Banyak juga media-media dalam bentuk zine yang diterbitkan oleh individu.
Beberapa zine yang ada antara lain Kontra Kultura, Jurnal Jaringan Otonomis,
Affinitas.
Media
internet menjadi sasaran para anarkis dalam mengusung beragam idenya, beberapa
media situs internet yang terkenal antara lain situs Indymedia Jakarta (http://jakarta.indymedia.org), Jurnal Apokalips (versi online),
Jaringan Otonomis (versi online), Pustaka Otonomis.
Perkembangan
gerakan Anarkisme dan Anti-otoritarian di berbagai kota di Indonesia
Seperti
telah dikemukakan diatas, gerakan anarkisme dan anti-otoritarian mulai tampak
kepermukaan di penghujung era 90-an. Sejak awal kemunculannya sampai dengan
saat ini, gerakan ini juga membawa dampak yang cukup signifikan diberbagai kota
di Indonesia, ditandai dengan bermunculannya berbagai kolektif maupun
organisasi yang secara nyata memakai prinsip-prinsip anarkisme dan
anti-otoritarianisme dalam gerakannya.
Yogyakarta
Para
era tahun 1998, di Kota Yogyakarta mulai mencuat nama Taring Padi sebagai
sebuah kolektif. Taring Padi merupakan pekerja seni/budaya yang berproses untuk
konstruksi nilai-nilai budaya dan "seni" yang progresif. Awalnya
kolektif ini diberi nama Lembaga Budaya Kerakyatan Taring Padi (LBK TP).
Kegiatan yang dilakukan meliputi : penerbitan media berkala Terompet Rakyat,
kerja sama antar komunitas, pembuatan media propaganda (seperti poster bertema,
baliho, wayang-wayangan, instalasi), aksi grafiti, dan lain sebagainya.
Menjelang
tahun 2001, didirikan sebuah kolektif kecil bernama Kolektif Arus Bawah, yang
saat ini telah berubah namanya menjadi Affinitas sejak tahun 2004. Kolektif ini
memiliki konsentrasi di seputar pematangan wacana-wacana Anti-otoritarian,
dengan diterbitkannya media Bebas yang kemudian berubah namanya juga menjadi
Affinitas yang dimana isi dari buletin berkala ini adalah berupa
artikel-artikel teori politik anti otoritarian dan analisa isu-isu politik.
Di
Yogyakarta juga pernah didirikan sebuah kolektif bernama Anak Seribu Pulau,
tapi kegiatan dari kolektif ini juga sebagian dilakukan di Blora. Beberapa
kegiatan yang dilakukan oleh kolektif ini diantaranya : pengorganisasian
masyarakat akar umput di Blora, penerbitan media "anak seribu pulau"
(2 edisi), pembuatan media agitasi seperti poster dan stiker. Beberapa individu
di Taring Padi bekerjasama dengan Affinitas memprakarsai dibangunnya kolektif
Food Not Bombs Yogyakarta, yang kegiatannya meliputi pembagian makanan dan
pernah juga mengadakan satu konser musik untuk menghimpun dana bagi populasi
yang terimbas bencana Tsunami Aceh dan Sumatera Utara. Selain Food Not Bombs,
kedua kolektif ini juga pernah menggelar suatu event bersama yang di beri nama
Alternatif Media Fair.
Bandung
Boleh
jadi kota Bandung merupakan lahan subur bagi tumbuh kembangnya gerakan
anti-otoritarian di Indonesia, pasalnya cukup banyak sekali organisasi yang
dilahirkan di kota ini. Tercatat pada periode tahun 1998 - 2000 pernah berdiri
Front Anti Fasis, sebuah kelompok punk lokal yang diorganisasikan demi
kepentingan pembentukan sayap anak muda di tubuh PRD. Meski didirikan oleh
sebuah organisasi otoritarian, beberapa anggotanya yang memiliki lambat laun
tidak sepakat dengan sikap otoriter dari PRD, memutuskan untuk keluar dan
kemudian membentuk sebuah jaringan yang diberi nama Aliansi Utopian pada
periode tahun 2000-2001.
Di
periode yang sama juga terbentuk sebuah kolektif yang bernama Kolektif Kras
Kepala, kolektif ini lebih mengeksplorasi taktik yang lebih condong ke arah
kekerasan terbuka dan perusakan properti. Di tahun 2000 juga berdiri Kolektif
Kontra Kultura, pada awalnya kolektif ini hanya menggandakan materi-materi
ataupun zine-zine yang bertendensi anti-otoritarian untuk didistribusikan, baru
kemudian mulai dilakukan penerjemahan-penerjemahan materi berbahasa asing. Pada
tahun selanjutnya, baru diadakan sebuah diskusi mingguan yang selalu dihadiri
oleh orang-orang yang berbeda dan pengantar materi juga dari orang yang selalu
berbeda-beda. Event diskusi rutin berjalan sekitar satu tahun dan berhenti
dilakukan setelah rumah tempat kolektif ini melakukan banyak aktifitasnya
ditinggalkan. Kolektif ini terus mengembangkan gerakannya, seperti pembentukan
sel-sel kecil, infiltrasi-infiltrasi ke dalam event-event publik, dan
mempublikasikan jurnal berkala.
Beberapa
organisasi maupun kolektif lainnya yang juga tumbuh di bandung diantaranya
Kolektif Polusi (2000-2003) yang banyak terinspirasi oleh ide-ide situationist,
media online Lawan Online (2000-2004) yang banyak menyuguhkan materi
anti-otoritarian dalam bahasa Indonesia dan sebuah media online (lawan.org)
yang sempat membubarkan diri pada tahun 2003 dan muncul kembali dengan nama
Cyberesistance (cyberesistance.net), Kolektif Hijau Merdeka (2003) yang banyak memfokuskan
diri di tataran ekologi dan Bookchinisme, Sayap Ikarus (2003) yang lebih
memfokuskan diri pada soalan publikasi online yang berembrio dari grup serupa
yang sempat muncul sebelumnya bernama Kolektif Bakar Batas, Persatuan Buruh
Josuit Junior (2004) sebuah serikat buruh non-keanggotaan yang didirikan secara
kasustik, serta Food Not Bombs Bandung (2004-sekarang).
2.4. Anarkisme Merupakan Pola
Komunikasi Politik Mahasiswa
Sangat
berat dan sulit untuk kita terima tetapi ini merupakan fakta yang juga enggan
untuk kita mengakuinya. Gerakan yang mengusung atas nama gerakan moral yang
menjadi jargon dalam setiap gerak mahasiswa. Kontrol sosial yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya stagnasi akut permasalahan sosial kemasyarakatan yang
terjadi di Indonesia. Terkadang kontrol itu harus kita lakukan dengan langkah
yang lebih progresif meski agak radikal. Dalam hal ini, anarkisme merupakan
bagian yang tidak bisa kita hindarkan dalam situasi gerak yang amat memaksa
ketika kita harus memberikan perlawanan represifme negara maupun untuk
membentuk opini publik meskipun harus berlumuran darah.
Jika
kita lihat dalam teori demokrasi, media massa merupakan wilayah demokrasi (demokratic
state) keempat disamping eksekutif, legislatif dan yudiktif baik itu media
cetak maupun elektronik, yang meliputi harian, mingguan, majalah, newsletter,
televisi dan radio. Bisa dikatakan bahwa media massa adalah pilar keempat
disamping tiga pilar demokrasi lainnya. Ketika teori Trias Politica muncul
(Montesque 1689-1755) membagi kekuasaaan menjadi tiga lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif secara terpisah maka oleh Edmund Burke (1729-1797)
dikatakan bahwa media adalah wilayah keempat demokrasi ketika ia sambil
menunjuk galeri pers di gedung House of Commonns. Disana duduk diwilayah
keempat dan mereka lebih penting dibanding dengan semuanya.
Dalam
kenyataan memang media menjadi kekuatan dalam politik maupun untuk memelihara
kehidupan demokrasi. Pers dan media massa ini bisa menjadi andalan publik
disaat eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak lagi melakukan cheks and
balances. Terlebih lagi bila tiga pilar demokrasi utama ini terlibat dan
terjebak pada urusan picik sehingga menimbulkan gairah dan komitmen untuk
menjadi pembela kepentingan rakyat banyak. Sangat disayangkan sekali bahwa yang
dibicarakan panjang lebar diatas (pilar keempat demokrasi) mengalami erosi.
Seperti yang terjadi di Amerika sendiri, media massa utama yang membentuk opini
publik ternyata menjadi alat kepentingan korporasi. Begitu juga yang terjadi di
Indonesia, media massa pada umumnya menyuarakan kepentingan korporasi besar
atau para pemilik modal. Sehingga isi pokok daripada media itu adalah sejatinya
propaganda untuk melindungi kepentingan korporasi.
Jika
dilihat melalui kacamata bisnis memang tidak terelakkan lagi jika korporasi
tujuan utamanya adalah keuntungan dan begitu juga bisnis yang melalui media
massa. Berita-berita yang mereka kemas mayoritas berita yang bersifat menyedot
banyak perhatian publik seperti hiburan dan lain lain dari pada sebuah tuntutan
kebijakan. Bahkan media terkesan mengalihkan perhatian publik dengan tayangan
yang intens. Itu terjadi pada saat publik dan mahasiswa pada khususnya
melakukan tuntutan kebijakan kenaikan harga BBM dengan situasi yang lumayan
hangat dan ketika itu pula perhatian masyarakat terpindah alihkan dengan kasus
bentrokan FPI dan AKKBB di Monas beberapa waktu lalu. Yang sangat terlihat
adalah bahwa media menayangkan dengan secara gencar-gencarnya sehingga mau
tidak mau mereka (publik) terhegemoni dan lupa akan tuntutannya (terbentuknya
opini publik). Memang secara sosiologis publik, berita yang ditayangkan secara
berulang-ulang akan sangat berpengaruh terhadap kinerja otak sehingga berita
tersebutlah yang mendominasi dari apa yang diterima. Seperti itu juga prospek
bisnis yang dicari dari media.
Atas
dasar itulah (preasure, opini publik dan represifme) mengapa mahasiswa
dalam gerakannya sering melakukan gerakan demontrasi yang terkadang berujung
anarkis. Untuk memperoleh legitimasi dan dukungan banyak dari publik untuk
menyerukan tuntutannya, mahasiswa membutuhkan perantara komunikasi masa yang
sangat besar salah satunya media massa. Dengan banyaknya dukungan dari
mayoritas masyarakat otomatis peluang untuk meloloskan tuntutannya semakin
besar. Tetapi yang terjadi disini adalah tidak adanya dukungan dari media massa
ketika media lebih mengedepankan keuntungan melalui moment tertentu daripada
moment yang kita lakukan (tuntutan kebijakan). Mungkin inilah bagian gerakan
radikal mahasiswa untuk mendapatkan dukungan dari publik melalui media, mereka
tak segan-segan untuk melakukan chaos. Karena dengan adanya chaos
secara tak langsung media akan berbondong-bondong meliput dan menyebarkan
kepublik karena pada dasarnya media memang senang dengan berita yang
spektakuler. Dan tentu berikut dengan tuntutannya seperti kasus penting bagi masyarakat
yang dulu terkesampingkan bisa diangkat kembali. Satu hal yang menarik yang
perlu dibahas disini adalah peristiwa pelolosan hak angket DPR pada tanggal 24
Juni 2008 yang mana atas tekanan dari ekstra parlementer melalui gerakan
anarkis sangat dominan. Itu bisa kita lihat dari awal ketika itu mayoritas
fraksi tidak menyetujui hak angket tetapi setelah terjadinya anarkis dan
tekanan dari luar mereka dengan gampang menyetujui hak angket. Dari sini bisa
dilihat betapa bobroknya moral para wakil rakyat kita. Peristiwa itu telah
membuka kesadaran kita bahwa kontrol sosial yang dilakukan para aktivis jalanan
memang sangat diperlukan dikala keadaan sosial kemasyarakatan membutuhkannya.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kesimpulan dari
Makalah ini adalah Kekuasaan Masyarakat
sangat besar pada ideology ini. Namun dalam pelaksanaannya ideology ini sering
menyelinap dan menghantui ideology ideology lain. Jadi tidak heran jika
Indonesia yang mengakui Ideologinya adalah ideology Pancasila, dalam kondisi
dan situasi tertentu masyarakat dapat saja mengekspresikan ketidakterimaan
mereka di dalam Negara yang demokratis dengan cara yang anarkis. Yang merupakan
cara – cara mutlak yang dimiliki ideology anarkisme.
anarkisme
dianggap suatu ideology yang berbobot pada saat ini, yang merupakan sebuah
filsafat yang menyokong pemusnahan memonopoli ekonomi, institusipolitik dan
sosial. Untuk menggan tikan struktur ekonomi kapitalis yang ada pada saat ini,
masyarakat anarkis akan mendirikan asosial yang bebas berdasarkan ko-operasi
atara semua pihak yang produktif. Tujuan asosial tersebut adalah untuk memenuhi
kebutuhan semua anggota masyarakat. Dalam susunan masyarakat seperti itu, tidak
ada lagi pemberian hak- hak istimewa kepada
minoritas golongan masyarakat yang diuntungkan .
Kekuasaan birokrat yang semakin
berkembang dalam menjaga dan mengamankan kehidupan seseorang dari bayi sampai
ajal, merupakan halangan yang semakin besar bagi ko-operasi antar manusia dan
menghancurkan setiap kemungkinan untuk perkembangan (sistem) yang baru. Sebuah
sistem yang dalam setiap tindakannya mengorbankan kesejahteraan sebagian besar
masyarakat demia memenuhi kerakusan untuk kekuasaan dan kekayaan kaun
minoritas, sudah pasti akan memusnahkan semua hubungan social, yang kemudian
menuju kepada perang (yang abadi) antara sesama manusia. Dari sistem in jug
timbul reaksi social dalam bentuk fasisme, sosial faham yang mempunyai obsaesi
untuk kekuasaan, melebihi monarki absolut berabad-abad yang lalu, dan yang
ingin menggunakan institusi negara untuk mengontrol setiap aspek kehidupan
manusia. Sama seperti berbagai macam sistem teologi agama, Tuhan adalah
segalanya seaman manusian tidak ada apa-apanya, untuk teologi politik modern
ini, negara adalah segalanya dan manusia
tidak ada apa-apanya. Dan juga seperti “keinginan tuhan”, selalu ada keiginan
kaum minoritas yang terselubung dibalik
“keinginan negara”, yang dipaksakan kepada mayoritas masyarakat..
3.2 Saran
Hukum
dibuat dalam rangka untuk menciptakan ketertibah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, sebagai warga Negara yang baik kita semua harus patuh dan tunduk
pada hukum yang berlaku, jangan jadikan hukum hanya sebagai wacana dan pajangan
yang kehilangan fungsinya, kita telah melihat berbagai bukti peristiwa yang
menunjukkan ketidak patuhan pada hukum pasti menimbulkan kekacauan dalam
kehidupan, jangan biarkan ini terjadi agar eksistensi bangsa Indonesia tetap
terjaga. Gunakan kebebasan yang kita miliki dengan bijak sesuai dengan amanat
demokrasi.
Proses
demokrasi selayaknya janganlah dibatasi terlalu berlebihan selama demokrasi itu
dapat dilaksanakan dan aspirasi masyarakat dapat tersalurkan kita tidak boleh
membatasi dengan pemukulan dan aksi kekerasan yang terjadi belakangan ini sebagaimana
yang terjadi kepada rekan-rekan mahasiswa yang ditangkap di stasiun gambir
sebanyak 31 orang karena penangkapan mereka tidak memenuhi unsur-unsur dan alat
bukti yang memadai untuk dilakukan penahanan terhadap mereka, bagi para
mahasiswa mari dengan bijak kita sampaikan aspirasi kita jangan lakukan
anarkisme dan bagi oknum kepolisian mohon jangan gunakan kekerasan dalam
penanganan aksi-aksi demonstrasi, mari kita ciptakan demokrasi tanpa anarkisme
demi kemajuan negeri kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Chalim, ibn, Asykuri, Dkk. 2003. Pendidikan kewarganegaraan. Majelis pendidikan tinggi, penelitian dan pengembangan (diktilitbang) pimpinan Pusat muhamadiah. Yogyakarta.
Chalim, ibn, Asykuri, Dkk. 2003. Pendidikan kewarganegaraan. Majelis pendidikan tinggi, penelitian dan pengembangan (diktilitbang) pimpinan Pusat muhamadiah. Yogyakarta.
Moeljatno. 2007. Kitab undang-undang hukum pidana. Bumi angkasa. Jakarta.
Rosyada, Dede, Dkk. 2000. Demokrasi hak azasi manusia dan
masyarakat madani. ICCE UIN. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998.
Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum : Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak azasi manusia.
Octavianus, Fanny. 2009. Kerbau pun Ikut Demonstrasi 100
Hari. http://www.antaranews.com. edisi Kamis, 28 Januari 2010 di akses 26
Februari 2010
http://news.okezone.com edisi 28 januari 2010 . di akses
26 Februari 2010.
Mahyudin ,Edy. 2008. Prinsi-prinsip demokrasi pancasila.
http://tugassekolahonline.blogspot.com/2008/10/prinsip-prinsip-demokrasi-pancasila.html
diakses 26 Februari 2010.
Prasaja, Lanang.2005. makalah pendidikan kewarganegaraan.
Prasaja, Lanang.2005. makalah pendidikan kewarganegaraan.
http://en.wikipedia.org/wiki/Paul_Feyerabend
http://en.wikipedia.org/wiki/Epistemological_anarchism
http://blogekayusuf.blogspot.com/2008/11/pemikiran-paul-k-feyerabend-terhadap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Kalian ????